Proyek Penulisan dan Penerbitan Puisi Anak

Yuk nulis puisi untuk anak-anak kita.

Proyek Penulisan dan Penerbitan Cerpen

Terbitkan cerpen Anda jadi buku ber-ISBN

Proyek Penerbitan Cerpen Anak

Anak-anak pun perlu bacaan yang baik. Yuk nulis dan nerbitkan cerita pendek untuk anak.

Karyatunggalkan Puisimu!

Yuk terbitkan puisinya dalam buku karya tunggal

Terbitkan 5 Puisi

Punya 5 puisi? Yuk terbitin bareng-bareng jadi buku ber-ISBN.

Penerbitan 500 Puisi Akrostik

Terbitkan puisi akrostikmu jadi buku 500 AKROSTIK ber-ISBN.

Proyek Penerbitan Kisah Pengalaman Inspiratif Pendek Guru

Tuliskan pengalaman inspiratif Anda sebagai guru dan terbitkan jadi buku ber-ISBN.

Proyek Penerbitan Kisah Pengalaman LUCU Guru

Tuliskan pengalaman LUCU Anda sebagai guru dan terbitkan jadi buku ber-ISBN.

Proyek Penerbitan Best Practices

Terbitkan best practices Anda jadi buku ber-ISBN.

Proyek Penerbitan Best Practices

Terbitkan artikel pendidikan Anda jadi buku ber-ISBN.

Penerbitan 5000 Pantun Pendidikan

Terbitkan pantun pendidikan dalam 5000 PANTUN PENDIDIKAN

Rabu, 31 Maret 2021

Menulis “jeruk bali” dan “batik Solo”

 disalin dengan sedikit penyesuaian dari artikel berjudul sama yang diterbitkan oleh https://narabahasa.id/


Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) telah mengatur pemakaian huruf kapital. Sebagaimana kita tahu, huruf kapital digunakan untuk menuliskan nama orang, jabatan yang diikuti nama orang, peristiwa sejarah, nama bahasa, suku bangsa, dan sebagainya.

Contoh:

  1. Andra Ramadhan
  2. Presiden Joko Widodo
  3. zaman Orde Baru
  4. bahasa Indonesia
  5. suku Madura
  6. Pulau Bali
  7. Danau Toba

Barangkali, ada yang masih bingung dengan contoh nomor 4–7. Di situ, bahasa dan suku ditulis dengan awalan kecil. Hal ini berbeda dengan penulisan Pulau Bali atau Danau Toba. Tentu hal ini menarik dan perlu mendapatkan perhatian yang serius. Sriyanto (2015) mengemukakan bahwa Pulau Bali dan Danau Toba adalah satu kesatuan nama geografi sehingga kata pulau dan danau pun mesti ikut dikapitalisasikan. Sementara itu, bahasa dalam bahasa Indonesia dan suku dalam suku Madura bukanlah bagian dari nama geografi. Keduanya (bahasa dan suku) tergolong ke dalam benda takbernyawa. Bagaimana cara membedakannya?

Junaiyah (2006) telah melakukan pengklasifikasian yang cukup jelas mengenai nama diri. Menurutnya, nama diri mencakup nama Tuhan, diri persona, peristiwa penting, benda khas geografi, serta benda bernyawa dan takbernyawa. Simak pemaparan di bawah ini.

  1. Nama diri Tuhan: Allah, Yesus Kristus, dan Widiwasa
  2. Nama diri persona: Agus, Dewi Aphrodite, dan Malaikat Israfil
  3. Nama diri yang berhubungan dengan kalender: Revolusi Prancis, Februari, dan Orde Baru
  4. Benda khas geografi: Pulau Bali, Danau Toba, dan Planet Venus
  5. Benda:

a. Bernyawa: si Jangkung (orang), si Rimbun (tumbuhan), dan si Belang (hewan)

b. Takbernyawa: bangsa Indonesia, bahasa Jawa, dan suku Madura

Dengan pengklasifikasian di atas, kini kita bisa mengetahui alasan di balik penulisan bahasa Jawa dan Pulau Jawa.

Lalu, bagaimana dengan penulisan jeruk bali? Apakah kedua kata tersebut ditulis dengan awalan kapital, seperti Jeruk Bali, jeruk Bali, atau justru Jeruk bali

Menurut Sriyanto, nama geografi yang menjadi bagian dari nama jenis tidak perlu ditulis dengan awalan kapital. Iya. Jeruk bali tergolong ke dalam nama jenis, bukan nama diri. Nama jenis mewakili sembarang anggota dalam kelas maujud bernyawa dan takbernyawa. Dalam hal ini, jeruk bali mewakili jenis jeruk sebagai tumbuhan. Berarti, jeruk bali ditulis dengan awalan huruf kecil. 

Cara mudah lainnya untuk menentukan penggolongan nama jenis dalam tumbuhan adalah dengan mengecek nama Latin-nya. Apabila ia memiliki nama Latin, unsur geografisnya tidak perlu dikapitalkan. 

Contoh:

  1. jeruk bali (Citrus maxima)
  2. kacang bogor (Voandzeia subterranean)
  3. terung belanda (Cyphonandra betacea)

Ingatlah pula bahwa jeruk bali bukan jeruk yang berasal dari Bali. Hal ini berbeda dengan batik Solo yang berarti ‘batik dari Solo’. Dengan demikian, Solo ditulis dengan awalan kapital.

Enklitik -nya

Salinan dari postingan dengan judul yang sama di https://narabahasa.id/morfologi/enklitik-nya

 

Dalam bahasa tulis dan ujaran sehari-hari, kita sering menggunakan -nya. Meskipun kita begitu intensif memanfaatkan -nya, apakah kita sudah benar-benar mengenal dan akrab dengan -nya? Apa saja fungsi -nya?

Perlu diketahui, -nya termasuk ke dalam jenis klitik, yakni bentuk terikat yang dapat mengisi gatra pada tingkat frasa atau klausa, (Kamus Linguistik: Edisi Keempat). Klitik tidak memiliki ciri-ciri kata karena tidak dapat berdiri sebagai bentuk bebas. -Nya merupakan bentuk enklitik, yakni klitik di posisi akhir. 

Kita pun perlu membedakan klitik dengan afiks. Klitik dapat melekat pada pada verba, nomina, dan adjektiva sedangkan afiks hanya terbatas menempel pada nomina serta verba. 

Mengenai fungsi -nya, I Wayan Pastika telah melakukan penelitian yang mendalam melalui tulisan beliau, “Klitik -Nya dalam bahasa Indonesia” (2012). Dalam artikel ilmiah tersebut, Pastika menganalisis fungsi-fungsi klitik -nya dalam bahasa Indonesia, baik lisan maupun tulis.

 

Fungsi Tak Termarkah

Pada fungsi ini, enklitik -nya dapat berdiri sebagai (a) penanda orang ketiga tunggal dan pemilik; (b) penanda orang ketiga tunggal objek; dan (c) penanda ketakrifan. Perhatikan contoh di bawah ini.

  1. Ayah mencuci mobilnya.
  2. Ayah mencuci mobil. Aku menemaninya di garasi.
  3. Aku bertanya, “Yah, airnya mati, ya?”

-Nya pada contoh pertama dapat menduduki fungsi (a). Sebagai penanda orang ketiga tunggal dan pemilik, -nya merujuk kepada ayah. Sementara itu, pada contoh kedua, -nya memenuhi fungsi (b) sebagai penanda objek. Apabila pada contoh kedua, kalimat pertama, ayah berdiri sebagai subjek, pada kalimat selanjutnya, ayah memiliki kedudukan objek yang dimunculkan melalui enklitik -nya.

Pada ketiga, enklitik memenuhi fungsi (c), yakni penanda ketakrifan. Ketakrifan adalah hal yang bersangkutan dengan sifat nomina atau frasa nominal yang referennya telah ditentukan atau diketahui oleh pelaku dan mitra tutur. Ayah dan aku pada contoh tersebut telah mengetahui “air” yang dimaksud.

Fungsi Termarkah

Pada fungsi ini, enklitik -nya memiliki kedudukan sebagai (a) penanda genitif; (b) penanda nominalisasi verba; (c) penanda kata tanya; (d) penanda ketakrifan pada bentuk definit; dan (e) konstituen pinggiran. Mari kita bedah satu demi satu. 

a. Penanda Genitif

Perhatikan contoh berikut.

Ini rumahnya saya.

Pada contoh di atas, -nya dapat mewakili fungsi (a) yakni penanda genitif, yakni penanda untuk enklitik yang kehilangan fungsi kepemilikan lantaran munculnya diksi saya. Dalam hal ini, saya yang merupakan nomina pemilik terhubung dengan nomina termilik: rumahnya. Contoh ini sering kita jumpai pada percakapan sehari-hari.

b. Penanda Nominalisasi Verba

Selanjutnya, untuk memahami fungsi (b), yaitu enklitik -nya sebagai penanda nominalisasi verba, perhatikan contoh di bawah ini. 

Kamu makannya apa?

Pada contoh tersebut, “makan” sebagai verba intransitif ditutup dengan klitik -nya. Hal ini membuat “makan” beralih menjadi nomina yang tetap memiliki fungsi predikat. Tentu ini merupakan fenomena yang menarik. Jika diperhatikan, persulihan “makan” menjadi “makannya” menunjukkan perubahan predikat tindakan menjadi predikat statif, yakni bentuk deskripsi keadaan, bukan tindakan.

Sementara itu, dalam verba intransitif, enklitik -nya tidak mengubah kategori dan fungsi kata. -Nya dalam kalimat “Dia menggorengnya di atas panci” berfungsi sebagai penanda objek dan pemarkah ketakrifan.

c. Penanda Kata Tanya

Enklitik -nya sebagai kata tanya merupakan bagian dari frasa nominal yang berdiri sebagai atribut dari inti kata tanya. Lebih lanjut lagi, kata tanya yang memiliki enklitik -nya dapat menimbulkan topikalisasi atau menandakan ketakrifan dan genitif.

  • Rumahmu di sebelah mananya Blok M?
  • Apanya yang tidak enak?

Contoh pertama menunjukkan –nya sebagai penanda genitif yang menandakan hubungan pemilik (Blok M) dan termilik (sebelah mananya). Sementara itu, contoh kedua menunjukkan ketakrifan, yakni topik yang sudah diketahui oleh para pelaku tuturan.

d.  Penanda Ketakrifan pada Bentuk Definit

Penanda ketakrifan kali ini berbeda dengan yang sebelumnya. Di sini, enklitik -nya melekat pada bentuk takrif lainnya (definit) seperti demonstrativa ini dan itu atau pronomina ketiga dia

  • Itunya saja yang dihilangkan.
  • Dianya nyebelin, sih.
e. Konstituen Pinggiran

Pada fungsi ini, enklitik -nya mengubah kata sifat menjadi nomina. Contohnya adalah makanya, memangnya, seharusnya, seandainya, seterusnya, sebanyak-banyaknya, secukupnya, seluas-luasnya, dan lain-lain.

Di luar itu, Pastika juga menambahkan satu fungsi -nya, yakni sebagai pertimbangan sosiolinguistik. -Nya pun ternyata berkaitan dengan kesantunan ketika seseorang segan untuk menggunakan kata ganti orang kedua. Contohnya,

A: Maaf, namanya siapa, ya?

B: Saya, Rudi, Mas.

Alih-alih menggunakan namamu, si A lebih merasa aman untuk menggunakan namanya. Kita pun sering menerapkan hal itu pada kehidupan sehari-hari.

Pemaparan di atas merupakan intisari yang saya ambil dari artikel panjang Pastika. Banyak sekali contoh keseharian penggunaan -nya dalam fungsi termarkah. Terlebih, saya rasa, fungsi -nya bakal terus bertambah seiring berjalannya waktu.

 

Rujukan: 

  • Kridalaksana, Harimurti. 2009. Kamus Linguistik: Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
  • Pastika, I Wayan. 2012. “Klitik -Nya dalam Bahasa Indonesia. Dalam Jurnal Adabiyyāt: Jurnal Bahasa dan Sastra Vol. XI, No. 1 (hlm. 121–142). Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.

Penulis: Yudhistira

Penyunting: Ivan Lanin